Rabu, 14 Januari 2015

The Strangler vs The Kicker

Ini merupakan kisah nyata, pengalaman gue sewaktu sekolah tingkat atas. Tulisan ini gue tulis berdasarkan etik (sudut pandang penulis) karena gue merupakan saksi kunci tragedi ini muehehehe. Sebenarnya bingung harus mulai dari mana, tapi akan gue coba mengupas setuntas mungkin.
Tragedi ini terjadi di salah satu sekolah negeri di Jakarta. Tepatnya di ruang kelas XII IPS 3. Terjadi saat kelas XII semester dua atau tahun 2011 awal. Gue punya dua temen yang akan membintangi cerita ini. Yang pertama ialah Deem (bukan nama sebenarnya). Deem posisi duduknya kalo di kelas tepat di depan gue. Doi sok cool (kalo kata cewek), selalu tegap, duduk tegap, makan tegap, naik motor tegap, berak pun tegap. Dan doi sixpack, berotot karena sering ngangkatin tabung freon kulkas bokapnya. xixixixi.
Dan temen gue yang satu lagi bernama Patpat atau Papat atau 44 (bukan nama sebenarnya). Doi orangnya freak, pendiam, tapi dia temennya banyak, pentolan-pentolan sekolah semua kenal sama dia. Heran gue. Kalo di kelas doi suka disuruh-suruh sama si boss muka boros, yang kata temen gue Doy, si boss suka garuk-garuk pantat. “Pat, kerjain LKS gue!” bahkan tanpa upah ia ikhlas mengerjakan tugas si boss. Malang nasib mu nak. Xixixixi.
            Deem dan patpat adalah sahabat akrab dari kelas XI. Secara, mereka berdua sekelas dan kelas XII sekelas lagi. Saking akrabnya, bercanda di kelas bareng, pulang bareng, ke warnet bareng, mandi bareng, tidur bareng. Eh, 2 hal terakhir bohong deng. 
            Patpat di kelas duduknya bareng brandal-brandal. Sedangkan Deem duduk di jajaran depan dan mainnya sama anak-anak goa. Uluululullu…. Personel anak goa antara lain; yang pertama pastinya ada gue yang cupu. Kedua, so pasti, deem si tegap. Lanjut, ada teman sebangku deem, panggil aja dia Dokter. Si dokter gemar mengoleksi botol Kianfi (Obat penggemuk badan), karena saat ke rumah doi, di kamarnya ditemukan botol-botol kianfi kosong, ngeri loch..
Anak goa selanjutnya adalah hmm panggil aja dia Bernard dengan kuping lebarnya, sering diolok-olok dengan “Bernard can fly to moon with ear”. Selain itu Bernard ke sekolah bawa tas gede yang beratnya Naujubileh... Bahkan ada guru yang menyindir, “kamu mau sekolah apa mau camping” xixixi jahat beud.
Nah, lanjut personel berikutnya yaitu pemilik bokong seksi nan montok, yang membuat cewek-cewek iri melihat bodynya yang kayak gitar Spanyol, panggil dia Bocker. Bokongnya sangat kencang karena doi pengguna Kozui Slimming Suit hehehe. Bocker juga hobi minjem hape temen. Pas minjem batere full, pas dibalikin udah lobet. Jahat beud.
Di kelas Patpat selalu ke tempat duduk barisan depan di mana tempat anak-anak goa bersembunyi dan ia selalu duduk satu bangku berdua deem. Sok sweet <3.
            Pada suatu hari di kelas, di saat jam kosong gak ada guru yang masuk, seperti biasa kami anak goa + patpat ngobrol dan bercanda. Deem dan dokter tiba-tiba hendak pergi ke toilet. Dan Patpat ditinggal sendiri di meja mereka. Bocker asik main hape pinjeman, sementara Bernard sibuk ngerjain tugas. Sementara gue cuma ngeliatin tingkah patpat.
            Di meja Deem tampak berserakan, buku-buku berceceran keluar tas. Dan ada foto deem ukuran 2x3 di meja. Patpat segera mengambil foto itu dan dikantongin di saku bajunya. Dalam benak gue, mau ngapain tuh anak sama foto Deem. Kemudian Patpat langsung maju ke depan kelas. Gue masih heran doi mau ngapain. Ternyata eh ternyata Patpat nempelin foto Deem yang tampan dan berani di selipan bingkai foto pak Presiden. Sambal lompat-lompat Patpat susah payah nempelinnya. Dan akhirnya tertempel.
            Foto sudah tertempel, Patpat pun duduk ke tempat Deem lagi. Patpat yang ngeliat gue cengar cengir, Cuma berkata, “diem diem, diem diem”. Dengan senyum penuh kelicikan, muehehe. Deem dan Dokter kembali dari toilet dan masuk kelas dengan aroma semerbak hehehe. Mereka berdua duduk ke tempat masing-masing dan Patpat beranjak berdiri langsung ke tempat duduk gue. Dari belakang Patpat nyeletuk “woy presiden, woy presiden”. Celetukan itu ia tujukan ke Deem, tapi Deem kayaknya gak menyadari dan gak ada respon. Akhirnya kami ngobrol-ngobrol aja sampai bel istirahat.
            Setelah bel istirahat berbunyi siswa-siswi ke kantin untuk jajan. Seperti biasa anak-anak goa ke lapak tukang ketoprak buat sarapan. Tukang ketoprak ini dijuluki “The Slow Motion” karena tukang ketoprak tersebut bikin sepiring ketoprak dengan gerakan yang sangat lambat. Gemulai tangannya sangat halus dan membuat pelanggan yang menggu ketoprak pesanannya geretan. Padahal sudah jadi tukang ketoprak bertahun-tahun, tapi speednya udah kayak karyawan baru magang, hadehhh. Gue dan Patpat berdiri menuggu ketoprak bersebelahan. Dan berbincang-pincang.
Patpat : “Haha sang presiden”.
Gue     : “Haha parah lo pat”.
            Patpat sepertinya senang banget ngerjain Deem, namun doi gak tau apa yang akan terjadi muehehehe. Setelah istirahat, kami masuk kelas, dan belajar seperti biasa. Bel istirahat shalat makan (Ishoma) pun berbunyi. Dan gue bertiga, dengan Deem dan Dokter menuju Masjid. Gue lupa si Bocker kemana waktu itu, mungkin lagi perawatan bokong di WC kali ye. Selesai Shalat Dzuhur kami bertiga bergegas ke kelas. Kami berjalan ke tangga menuju lantai dua. Di sekolah gue di persimpangan tangga biasanya ada mading (majalah dinding) tempat anak-anak nempelin poster, brosur dll. Lanjut, kami menuju tangga lantai tiga. Gue pun kaget, dan tercengang. Dengan matanya yang empat aja Deem mampu melihat fotonya terpampang di mading. Dan gue berpikir ini ulah Patpat yang nempelin foto Deem di mading. Deem dengan emosi langsung ngambil fotonya dan menghadap ke arah gue yang ada di belakangnya. Dia mencurigai gue yang melakukannya. Pas di kelas tadi soalnya gue ketawa-tawa bareng Patpat yang ngecengin Deem. Dengan emosi Deem mengitrogasi gue. Ngeri loch…
Deem  : “Lu tau kan Man? Gue paling gak suka becanda kayak gini?” (bola matanya hamper keluar)
Gue     : “Lah bukan gue yang nempelin. Gue gak ngapa-ngapain em.. patpat kali noh yang ngetawain lu mulu”.
Deem pun dengan penuh emosi langsung berjalan ke kelas untuk melabrak Patpat. Gue dan Dokter pun mengikutinya. Dan gue gak tau kalo Patpat sampe nempelin foto ke mading. Dan gak duga Deem bakal murka. Di kelas Patpat sedang ngobrol sama Danil dan Doy. Sesampainya di kelas Deem segera menghampiri Patpat. Dengan tatapan penuh kebencian Deem langsung mengeluarkan jurus Rasengan dan segera memukulkan rasengannya ke Patpat. Patpat pun membalas, dengan merapal segel tangan, dan mengeluarkan jurus Chidori andalannya.
Maap yang tadi itu fiktif belaka. Lanjut adegan sebenarnya. Deem segera menghampiri Patpat. Dengan tatapan penuh kebencian. Deem langsung mencekik leher Patpat yang sedang duduk. Choke Slam! Ngeri loch… Deem menarik Patpat dan posisinya berdiri dan Patpat disandar ke tembok dengan posisi masih tercekik tangan Deem.
Deem  : “Jangan main-main lo sama gue, gue gak suka becanda kayak gitu!” (Sambil mencekik dan melotot)
Patpat : “Ampun em, ampun em”.

            Deem terus mencekik seakan ingin mematahkan leher Patpat. Anak-anak yang lain pun memprovokasi mereka berdua. Anak-anak yang ada di kelas tersontak kaget dan hanya melihat kejadian tersebut. Anak-anak kelas lain pun menyaksikan pertarungan maha dasyat tersebut dari jendela kelas. Berbagai wartawan dari dalam maupun mancanegara pun datang dan meliput aksi mereka.
Danil   : “Tampol Pat! Hajar Pat!”
Doy     : “Pukul le! Pukul!...”

Dan segera yang menonton pertarungan itu berinisiatif melerai pertarungan berat sebelah mereka. Patpat sudah ngos-ngosan gak bisa nafas. Deem dan Patpat akhirnya terpisah dan Patpat segera pindah tempat ke bangku pojok kanan di belakang. Tapi Deem segera menghampirinya lagi. Patpat yang panik akhirnya mencoba strategi bertahan 5-3-2. Deem yang sudah berjarak satu meter dengan Patpat, segera ia tendang dengan jurus kungfu tendangan gajah ting-ting. Deem segera menghindar. Patpat hanya menendang meja, sasarannya meleset. Patpat segera bertahan dengan menendangi meja dan kursi agar Deem tak berani mendekat.
Patpat : “Ngent*t lo… ngent* lo!...” (sambil nendangin meja)
Danil   : “Pukul pat! Pukul!” (memprovokasi)

Dan akhirnya kedua belah pihak di pisahkan dan segera ditenangkan. Gue dan Dokter segera menenangkan Deem. Dan Patpat ditenangkan Doy dan Danil.
Dokter : “Parah lu em”.
Deem  : “Gua paling gak suka becanda kayak gitu”
Gue     : “Udeh udeh sabar”.


Setelah pertarungan tersebut Deem dan Patpat tak saling bicara dalam jangka waktu yang lama. Deem sudah beritikad baik meminta maaf duluan ke Patpat namun Patpat seperti tak membuka Pintu maaf. Akhirnya persahabatan yang terjalin puluhan tahun, harus kandas dan mereka haru bercerai. Di kelas mereka berdua sama sekali tak ngobrol atau becanda seperti biasa. Setelah gue tanya ke Patpat, alasan dia gak maafin Deem, adalah karena ia merasa sudah dipermalukan. Dan tak menghiraukan Deem lagi. Gue, Dokter dan Bocker sahabat mereka mencoba menyatukan mereka lagi, dengan banyak cara, contohnya merujuk minta maaf, main bareng sampe menjebak mereka berkumpul bersama. Tapi apa daya, Deem yang mau bersahabat lagi, tapi Patpatnya gak memperdulikan persahabatannya. 

Senin, 12 Januari 2015

Boker (Part II)

Cerita ini sama seperti halnya “Boker” diangkat dari kisah nyata. Gue gak tau persisnya kapan. Tapi, waktunya kira-kira gak lama berselang setelah peristiwa “Boker Part I”. Kali ini gue sendiri yang merasakannya langsung. Kejadian ini bertempat di sebuah Masjid Besar di bilangan Cipinang.
nampak depan Masjid

Masjid ini merupakan masjid terbesar di komplek perumahan Cipinang. Masjid ini bila hari Jumat, akan dipenuhi umat Islam yang hendak shalat Jumat. Masjid ini bertingkat dua, dan menjadi tempat Sekolah Islami bagi anak-anak. Masjid ini cukup bersih, dari segi kebersihan lantai, toilet maupun halaman dan jalan sekitar Masjid. Masjid ini memiliki tempat wudhu utama di lantai dasar yang juga terdapat toilet. Di lantai dua juga terdapat dua toilet yang khusus digunakan bagi siswa-siswi, tapi boleh dipergunakan juga untuk umum.
Nah, sepertinya sudah lumayan jelas lah gue mendeskripsikan lokasi TKP. Saatnya mengulas tragedy ini. Masih dengan actor utama kita, si Boy yang akan membintangi cerita tragedi ini.
Pada suatu hari…. (Kayak Kartun Malaysia)
Setiap jumat pastinya gue lelaki tulen dan Alhamdulilah Islam, melaksanakan kewajiban kami, yaitu Shalat Jumat. Dan hampir setiap Jumat pula gue bareng-bareng partner gue si Boy berangkat ke Masjid di komplek perumahan tersebut. Tapi Jumat ini gue gak bareng ke Masjid dengan Boy. Boy sudah berangkat lebih dulu, karena gue agak telat nyamper dia.
Gue pun beranjak sendiri ke Masjid dengan berjalan kaki lewati gang yang baunya seperti bulu ayam. Ya, gang ini bertembok, yang dibalik tembok tersebut ada tempat penjagalan ayam, ngeri loch… kalo gak pake masker atau penutup hidung, bisa-bisa muntah, huekkk.
Sampai di depan Masjid, nampaknya lantai satu dan dua telah dipadati jama’ah oh jama’ah… Alhamdu….lillah. loch kok jadi mamah ded*h…
Biasanya bocah-bocah walaupun kondisi sepi pun banyak yang duduk-duduk di luar Masjid. Mereka duduk di atas motor yang diparkir sampai khotbah selesai. Sampai saat ini gue suka aneh sendiri apa yang mereka pikirkan. Kalo mereka di luar, otomatis saat Iqamah di dalam Masjid pasti akan padat dan mereka yang di luar mau gak mau harus shalat di luar Masjid alias di jalanan tempat markir motor. Kalo kata temen gue yang suka mencekik “mereka nyembah motor”. Yaiyalah pas mereka sujud, di depan mereka terbaris rapih jejeran motor. Loch kok malah ngomongin orang?
Nah, gue pun masuk ke Masjid, ke lantai dua tepatnya. Biasanya gue sama Boy, atau Jono shalat di lantai dua. Tepatnya di balkon Masjid. Balkon Masjid biasanya diisi oleh bocah-bocah alay, ataupun ABG-ABG. Mas-mas jamet biasanya di dalem Masjid.
Gue pun naik tangga yang udah karatan buat ke lantai dua, masa iye naik lift? Naik-naik-naik, akhirnya sampai, sungguh melelahkan. Beberapa anak tangga menuju bibir tangga gue melihat temen gue si Boy dengan ekspresi lutungnya hendak ke bawah.
Gue     : “Boy, mau ngapain lu?”
Boy     : “Kebelet nih gue, mau boker bentar…” (tergesa-gesa)
              “Oh iye, tolong jagain sajadah sama tempat gue ye…”
Gue     : “Gokil lo.. yaudeh gih..”

Boy pun dengan buru-buru nurunin tangga menuju jamban terdekat. Eh, toilet maksudnya. 


Dan gue pun duduk di pinggiran balkon, gue duduk di depan posisi sajadah Boy. Sambil dengerin khotbah, main hape biar gak ngantuk. 15 menit kemudian, lagi asik main hape tiba-tiba Boy dateng dengan raut wajah seperti lutung gak dikasih makan.
Gue     : “Udehan lu?”
Boy     : “Udah, tapi sial banget gue..” (muka melas)
Gue     : “Lah? Sial kenape Boy?”
Boy     : “Pas gue lagi boker airnya mati” (masih melas)
Gue     : “Lah? Terus lu boker gimana? Gak disiram ye? Hahaha.”
Boy     : “Nah makanya itu, gokil sumpah!”
Gue     : “Bener-bener gokil lu.. Lu kagak cebok dong?”
Boy     : “Abisnya, gimana lagi? Aer gak nyala, cebok pake apaan gue? Pake koran?”
Gue     : “Sumpah gokil… terus lu shalat kagak sah dong? Sana lu! jangan deket-deket gue..”
Boy     : “Ah parah lu… gue juga rishi kali…”
Gue     : “Hahaha jijik banget gue sumpah…”
Kami pun duduk di tempat masing-masing, Boy di belakang gue dan gue di depan si Boy. Gue ngebayangin kalo jadi Boy, pasti rishi banget kalo belon cebok. Rasanya lengket-lengket gimana gitu. Tapi anehnya kok gak bau ya? Gue Cuma ketawa-tawa dalem hati. Masa iya ketawa lepas, malu lah sama jamaah oh jamaah.
Iqamah pun berkumandang. Semua jama’ah berdiri untuk shalat. Takbir pun diucap sang Imam. Sampai akhirnya takbir kedua menunjukan kami harus Rukuk. Saat posisi rukuk, Boy melakukan kekonyolah lagi. Ia menyundul pantat gue dengan sengaja. Nyaris aja gue ketawa. Bahkan dalam satu rukuk ia menyundul gue dua kali. Doi bener-bener jadi setan kali ini, gangguin orang shalat.
Di rakaat kedua pun begitu, saat rukuk doi menyundul pantat gue dengan kepalanya. Dalam benak gue bertanya-tanya, gokil bener si Boy pasti gara-gara boker gak cebok. Akhirnya salam pun diucap Imam menandakan Shalat Jumat telah berakhir. Gue dan jamaah lainnya berdoa. Sesekali gue tengok ke belakang, Boy Cuma cengar-cengir kayak orang gila.
Gue     : “Kampret.. maksud lu apa coba, nyundul-nyundul pantat gue?!” (nada bercanda)
Boy     : “Haha supaya lu merasakan apa yang gue rasakan…”
Gue     : “Bener-bener gokil lu… kagak ngaruh pe’ak.. balik-balik…”. (ngajak pulang)

Gue dan Boy pun bergegas pulang. Dan dia mengambil jalan pulang yang berbeda supaya cepet sampe rumah. Gue tau dia pasti rishi banget, secara..serpihan tai nyelempit di sempak dia.

Boy, You da real MVP!!!

Boker

Ini kejadian di tahun 2011. Ini kisah nyata, bukan fiktif atau dongeng. Berlatar tempat di sebuah warnet di bilangan Cipinang Muara. Cerita ini gue tulis dengan pengakuan dan emik (sudut pandang) dari dua actor cerita sendiri. 
Gue punya dua orang teman. Teman gue ini dulunya teman SMP Gue dan sekarang menjadi teman bermain. Teman gue yang pertama sebut saja ia Boy (bukan nama asli). Doi orang nya konyol, kocak dan asik. Dan teman gue yang kedua sebut saja Jono. Kalo si Jono orangnya agak pendiam walau kadang agak cerewet kalo lagi cerita.. Mereka berdua rumahnya berdekatan. Kami bertiga sering main, ya walaupun gue lebih sering main sama si Boy, karena si Jono udah sibuk kerja.
Langsung saja gue ulas ceritanya.
Pada suatu hari…… (kayak kartun Malaysia)
Dulu waktu jaman-jamannya susah online di hape atau modem dansejenisnya belom tenar, warnet-warnet menjamur bertebaran. Warnet hamper setiap harinya dipenuhi pencari koneksi. Apa lagi warnet yang khusus untuk gamers. Pasti tiap hari disesaki bocah-bocah yang antusias buat main game. Demi meraup untung, warnet-warnet memang menyuguhkan layanan game, karena banyak sekali peminatnya. Warnet yang sepi dari hingar bingar game pun sulit dicari. Tapi kami punya 2 warnet yang ada di dekat rumah yang setidaknya nyaman untuk online dan browsing dan tak ada unsur-unsur suguhan game bagi para gamemania. Ya walaupun kecepatan koneksinya tidak terlalu cepat.
Warnet tempat kejadian perkara yaitu sebut saja Mnet. Warnet ini memiliki tempat yang nyaman, dengan latar lesehan di karpet. Setiap posisi PC berjauhan dengan PC lain dan disekat oleh triplek-triplek yang mencapai tinggi langit-langit warnet. Jadi sangat nyaman untuk privasi pelanggan yang sedang menggunakan internet, apa lagi untuk tempat pacaran, wah wah.
Ilustrasi warnet yang paling mendekati

Selain itu warnet ini memiliki toilet di luar warnet, yang tidak boleh digunakan untuk buang air besar, karena tidak ada closet nya. Meskipun harga perjamnya cukup mahal yaitu Rp.4000/jam warnet ini hampir setiap jamnya dipenuhi pelanggannya. Ya wajar saja, warnet ini menyuguhkan kenyamanan.

Suatu malam, Boy dan Jono hendak pergi ke warnet tersebut. Biasanya si Boy yang sering ngajak Jono atau pun gue buat main di warnet. Namun kali itu, Jono lah yang menjadi korban keberingasan si Boy. Biasanya Boy kalo lagi ngebet ke warnet rela ngeluarin motor dan menjemput calon partnernya ke warnet. Dan si Jono pun dijemput untuk menuju lokasi warnet yang jaraknya lumayan pegel kalo jalan kaki.
Tiba di warnet Boy bertanya kepada mbak-mbak operator.
Boy                 : “Mbak ada yang kosong nggak?”
Mbak OP         : ”Ada mas, dua.”
Boy                 : “Oke mbak. Ayo Jon...”. (mengajak Jono masuk).

Setibanya di lokasi PC, mereka duduk dan menyalakan PC.
Jono                 : “Main berapa nih Boy?”
Boy                 : “120 menit aja..”
Jono                 : “Yaudah.”

Mereka pun login personal dan segera membuka browser. Setengah jam berlalu Boy merasa perutnya sangat melilit. Namun, apa daya toilet warnet tak bisa dipakai untuk boker (re:buang air besar). Tapi ia merasa sayang kalo harus logout untuk pulang. Karena billing menunjukan Rp. 4000 dan ia baru masuk menit ke-32. Akhirnya Boy menemukan jalan tengah, seakan-akan bola lampu muncul di atas kepalanya. Ia pun segera menuju tempat tujuan dan meninggalkan lesehan PCnya.
Jono                 : ”Mau kemana Boy?”
Boy                 : “Toilet, bentaran…”

Saat di meja operator Boy bertanya kepada mbak-mbak operator. Bertanya toiletnya bias dipakai atau tidak, karena biasanya toilet di warnet airnya ga ngalir atau apalah..
Boy                 : “Mbak, toiletnya bias?”
Mbak OP         : “Bisa mas” (dengan muka datar)

Boy pun bergegas ke toilet dan menjalankan misinya. Beberapa menit di toilet akhirnya Boy keluar dan kembali ke tempat PCnya. Boy merasa lega dan terlihat semringah sehabis boker, bak selesai menjalankan tugas Negara dengan mengorbankan nyawa. Boy pun melanjutkan onlinenya.
Setelah 120 menit berlalu, akhirnya Boy dan Jono logout dan bergegas pulang. Mereka menuju meja operator untuk bayar billing warnet.
Boy                 : “Jon, sekalian nih bayar ke op nya.”
Jono                 : “Yaudeh mana sini”
Jono                 : “Mbka dua ya, Rp. 12.000 kan mbak?”
Mbak OP         :” Iya.” (muka datar)

Tiba-tiba mbak-mbak operator melihat Boy dengan raut penuh kecurigaan. Dan berkata seperti ingin melabrak si Boy. Boy pun seperti rada-rada malu.
Mbak OP         : ”Mas, mas yang tadi abis dari toilet kan?” (dengan nada keras)
Boy                 : “Iya mbak, emang kenapa?”
Mbak OP         : “Yang bener aja dong mas! Gak bisa baca tulisan di depan pintu WC?! Udah tau gak boleh boker! Tapi malah boker di situ! Jorok banget sih! Liat tuh, tainya masih berceceran noh di WC!
Boy                 : “Maap mbak, abisnya saya kebelet banget mau keluar tadi, kalo pulang pasti gak keburu.”
Mbak OP         : “Makanya kalo mau ke warnet boker di rumah dulu!
Boy                 : ”Ya mbak, map-maap..” (ekspresi malu)

Boy merasa sangat malu, karena suara mbak-mbak operator bisa aja kedengeran sama seluruh penghuni warnet. Jono pun hanya tertawa walaupun dalam hati hatinya tertawa terbahak-bahak, tapi demi menghargai temannya itu ia hanya tertawa kecil, nyengir gitu. Boy pun segera mengajak Jono Pulang.
Boy                 : “Jon, Jon, ayo balik…”
Jono                 : “Hahaha, yaudah.”
Mbak OP         : “Dasar Jorok!”

Boy dan Jono segera menuju tempat parker dan buru-buru pulang. Di motor, Jono tertawa terbahak-bahak dan menanyakan kebenaran kejadian jenaka tersebut. Boy pun menceritakan semuanya, karena doi emang tipe orang yang terbuka.
Boy                 : “Anj*ng, malu banget gue sumpah Jon! Udah mbak-mbaknya bawel banget…” (dengan nada bercanda)
Jono                 : “Hahahhaha lagian ada-ada aja sih lu, pake boker segala… hahhaha”
Boy                 : “Ah, gak usah main di situ lagi Jon, kalo ketemu mbak-mbak tadi malu banget gue.” 
Jono                 : “Hahahahhaha payah lu Boy…”


Akibat kejadian tersebut, hilanglah satu link warnet yang enak online untuk Boy. Boy will miss that.

Translate