Kamis, 16 April 2015

Hopeless

I tried knocking on the gates of the high glass.

A vague knock which disguised the din rain.

Tinkled like sharp broken glass.

Trick sparkle shadows.

Shadows are only be a shadow.

At the top of thick black fog I stand.

Closed fantasy black melancholy.

In contemptible bloody black eyelids.

My hope disconnected in the void of second round.

Senin, 19 Januari 2015

Pilar Perubahan: Hukum

Bicara soal Hukum, sebenarnya kita telah mengenal hukum sedari masih kecil. Orang tua akan memberi hukuman jika anaknya melanggar peraturan yang dibuat di lingkungan keluarga. Seperti, seorang anak jika ketahuan berkelahi akan dihukum tak boleh bermain beberapa hari, atau tidak diberikan uang jajan. Tapi kadang didikan dari orang tua juga kurang bisa membentuk pribadi muda yang kuat pendiriannya.
Pada akhirnya, lingkungan lah yang akan membentuk pribadi seseorang. Akan Menempuh jalur yang mana, seseorang akan terbentuk pribadinya. Dan generasi yang lebih tua akan banyak berpengaruh terhadap perkembangan kepribadiannya. Bisa saja generasi tua menanamkan segala kehendaknya kepada generasi muda yang masih polos. Dan generasi penerus yang harusnya menjadi agen perubahan tersebut, kemungkinan meneruskan budaya negatif generasi tua tersebut.
Hukum ada di sekitar kita. Pernah mendengar isu bahwa polisi tidak diperbolehkan menilang anak polisi? Atau pejabat penguasa yang tak tersentuh hukum? Atau hal lain yang membuat hukum tak tajam kala berhadapan dengan kalangan atas? Ya, itu semua adalah masalah yang selalu dihadapi bangsa Indonesia. Hal tersebut tentunya sangat membuat hati rakyat biasa kecewa.
“Hukum tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas” adalah makna khiasan yang juga sering kita dengar saat ini. Maling ayam, maling sandal semuanya bisa dipidanakan sesuai ketentuan. Tapi jika kita menoleh ke atas, di saat pejabat yang merampok harta rakyat hanya, dihukum dengan satu digit tahun penjara atau sulit tersentuh jerathukum, kita akan memperoleh sebuah ironi besar terhadap Sila ke-5 Pancasila. Hukum memang tak pernah salah. Tapi aparatur yang bermain dengan hukum lah yang salah.
Lalu kita harus bagaimana menghadapinya? Apakah harus “mentok” dengan pemikiran “Ah, kita bisa apa? Wong kita Cuma rakyat biasa.”? Sungguh, pemikiran tersebut tak akan mengubah apa pun. Hanya akan membuat konstitusi semakin “lembek ke atas”. Akan membuat budaya “cuek bebek” terus lestari. Dan akan membuat sikap “wajar” dan membiarkan pembiaran hal-hal yang “salah” terus berlanjut. Hingga kapan? Kapan semua itu berakhir? Kapan Indonesia setara Singapura?
Setidaknya, harapan demi harapan terus tersandarkan di pundak generasi-generasi muda. Harapan demi harapan juga tertabur dalam hati sang penyelamat negeri. Namun, harapan-harapan perubahan itu akan hanya menjadi harapan jika tak ada perubahan sikap dalam diri setiap insan muda Indonesia.

Generasi yang patuh Hukum dan mampu menegakkan Hukum adalah yang dibutuhkan Indonesia menuju perubahan. Hukum yang tegas memang bukan satu-satunya hal yang dapat memajukan Indonesia, tapi tegaknya hukum dapat menjadi panduan bangsa menjadi besar dan bermartabat.

Kamis, 15 Januari 2015

Liverpool & Juventus Were Colouring My Life


Juventus dan Pertama Kali Tau Bola
Klub pertama yang gue suka adalah JUVENTUS. Gue akan berbagi cerita tentang pertama kali gue tau bola. Dari zaman gue kecil atau pas waktu SD gue gak tau tau banget tentang sepak bola. Sesekali nonton bola itu pun juga Cuma nonton sepintas aja. Waktu zaman gue SD, Liga Serie-A Italia itu lagi tenar-tenarnya. Dan saat itu Juventus bagai menjadi raja dan nama Juve sangat popular saat itu. Ya namanya juga bocah kan, Cuma ikut-ikutan aja. Gue pun mulai suka sama Juve walaupun jarang pake banget nonton pertandingannya.
Saat itu gue hampir hafal semua pemain utama Juventus. Terutama Idola pertama gue, si pirang Pavel Nedved. Pemain-pemain lain yang gue hafal, Del Piero, Trezeguet, Camoranesi, Thuram, Vieira, Edgar Davids, Buffon, Gianluca Zambrotta. Tapi saat main bola di lapangan, gue dipanggil sama temen gue Dayat, Thuram dan Dayat menyebut dirinya Zambrotta. Haha. Padahal mah sekarang dia jadi fans MU. Well, gak apa-apa Thuram, karena gue juga suka sama bek tangguh yang satu ini.
Memasuki tahun 2004-2005 ke atas, pamor Serie A mulai turun karena scandal Calciopoli, dan tayangan Serie-A sudah sulit ditonton. Pada akhirnya, gue udah mulai gak dapet berita apa-apa. Namanya juga suka, belom cinta, jadinya gak terlalu peduli. Dan gue juga belom tau bola saat itu.

Now, I’m Liverpudlian
Klub pertama yang gue cinta adalah Liverpool. Suka dan cinta itu beda gan! Hehe. Cerita pertama kali gue menjadi seorang Liverpudlian tak bisa dipisahkan dari ajang taruhan saat masih kelas 2 SMP. Saat itu temen-temen gue pada taruhan. Yang gue tau taruhan itu Cuma antara dua orang. Tapi gue baru tau, ada juga taruhan masal. Ya namanya juga masih polos ye gak. Jadi waktu itu, temen-temen gue mau taruhan pertandingan Liverpool vs Arsenal (2006). Dan taruhannya itu tebak skor dan juga nama pencetak gol pertama. Gue pun ditawarin buat ikut apa nggak. Yaudah gue ikut-ikutan aja, buat seru-seruan. Gue lupa waktu itu masang skor berapa, yang jelas gue masang Arsenal menang karena gue taunya Arsenal dan gak tau Liverpool itu gimana.
Gue pun menonton pertandingan livenya. Gue masih inget banget, Liverpool main kandang dengan jersey merah Adidasnya. Dan Arsenal dengan jersey kuningnya. Dan tiba-tiba skor udah 3-0 aja buat keunggulan Liverpool. Ketiga gol dicetak oleh penyerang setinggi 2 meter lebih yaitu Peter Crouch. Dan skor berkesudahan 4-1 untuk Liverpool dengan tambahan gol Daniel Agger. Gak ada yang menang taruhan gan! Nah itu adalah pertandingan LIverpool pertama yang gue tonton.
Selanjutnya diajang Champions League anak-anak juga pada taruhan gan. Soalnya partai Final 2006/2007, Liverpool vs AC Milan. Tapi gue gak ikut taruhan. Karena anak-anak pada boomingin pertandingan itu, yaudeh gue juga penasaran lah. Akhirnya gue pun nonton pertandingan tersebut dengan bangun dini hari. Saat itu gue berharap banget Liverpool yang menang, entah kenapa.
Pertandingan tersebut digelar di Olympic Stadium, Athena, Yunani. Liverpool mengenakan seragam merah, sama saat pertama kali gue nonton. Dan Milan dengan seragam yang katanya seragam hokinya yaitu putih-putih. Di starting line-up gue gak ngeliat nama Peter Crouch yang pas gue tonton cetak hattrick. Saat pertandingan ini, sudah mulai tumbuh benih-benih cinta gue terhadap Liverpool. Saat Liverpool dijebol oleh F. Inzaghi yang cuma kena dagu doi dari tendangan bebas Pirlo, hati gue serasa tercabik-cabik. Terlebih saat Inzaghi menggocek Reina untuk mencatatkan namanya di papan skor untuk gol kedua. Dan gue sudah mulai belajar menganalisis seandainya Crouch dipasang sejak awal, mungkin Liverpool akan memiliki gol. Karena saat ia masuk menjad pemain pengganti, Serangan Liverpool menjad hidup. Tapi sayang sekali, gol telat dari Dirk Kuyt tak mampu membuat Liverpool mengimbangi Milan. Skor pun berkesudahan 2-1- untuk Milan. Dan gue pun sedih saat Milan mengangkat trofi.
Selidik punya selidik, Liverpool pernah bertemu Milan di final tahun 2005 di Istanbul Turki. Dan pertandingan tersebut menjadi keajaiban dalam sepak bola. Karena di saat Liverpool tertinggal 3-0 dari Milan, Liverpool mampu membalas Milan 3 gol untuk mengimbangi Milan, dan akhirnya menang adu penalti. Liverpool menjadi juara Champions Leage ke-5 kalinya.
Sampai detik ini gue terus mengikuti sepak terjang Liverpool dengan mencari berita seputar Liverpool. Dan mulai tau namanya musuh Liverpool. Yaitu Manchester United. Dan gue sangat menikmati saat berdebat dengan Mancunian alias Munyuk. Hahaha.

Pertama Kali Menonton Liverpool Langsung Di Stadion
Sebagai seorang Fans, pastinya sangat berkeinginan melihat aksi klub kesayangan langsung di stadion. Ya, itulah yang sudah gue lakukan. Dan pastinya bukan di Anfield lah. Gue menonton Liverpool di stadion Gelora Bung Karno, saat pertandingan antara Indonesia XI vs Liverpool pada tahun 2013 bersama teman-teman kampus gue. Pertandingan ini merupakan bagian dari tur pra musim Liverpool. Sangat puas melihat aksi penggawa-penggawa Liverpool tersebut. Gue berharap bisa menonton Liverpool langsung di Anfield Stadium suatu saat nanti.

Saat ini gue memang menaruh sebagian besar hati gue kepada Liverpool. Tapi sebagai klub pertama yang gue tau dan gue suka, Juventus gak akan pernah kehilangan tempat di hati gue. Dua Tim itu yang menjadi salah satu hidup gue berwarna. 


               So, kapan gue pertama kali bisa melihat mereka bertanding bersama?

Translate