Derai air mata
keluarga, sanak saudara, kerabat semua campur baur. Isak tangis yang mengiringi
kepergianmu, seakan membanjiri gumpalan awan ibu kota. Mengurai langit cerah
menjadi awan awan kelabu yang bergejolak di dalam setiap orang yang kau
tinggalkan. Sungguh hari yang membuat kaget seluruh orang yang mencintaimu,
yang tak percaya kau pergi begitu cepat ke haribaan Illahi.
Awan kelam
menyelimuti Priuk hari ini, walaupun hanya awan semu yang tak terlihat nyata,
kasat mata. Sirine mobil ambulance berbisik riuh, segelintir orang menyambut
mobil tersebut dengan berbagai ekspresi.
Aku dan kerabat
IPS menunggu di luar rumah, Nampak kerumunan orang memenuhi kediaman almarhum. Mulai
dari keluarga, sanak saudara, teman sekolah, dan tetangga, membaur dalam
kesedihan akan kepergianmu. Sejenak aku mem-flashback kenangan yang pernah aku
lakukan dengan almarhum. Sedih, tapi tak bisa menangis, mencoba ikhlas melepas
kepergian-Nya. Walau kami tak begitu akrab, tapi jujur aku mengaku sangat
kehilangan.
Bagaimana tidak?
Kita terikat dalam sebuah kelas yaitu P.IPS Reguler 2011, kelas yang dimana
almarhum begitu di senangi setiap kerabat di kelas, terlebih saat almarhum
menderita sakit yang serius, setiap elemen kelas merindukan kebersamaan bersama
almarhum. Kita pernah bersama mengikuti Pendidikan Karakter saat awal masuk
kuliah, dimana saat itu aku pertama kali tau cita-cita almarhum, yaitu ingin sekali
membangun desanya di Bima menjadi lebih maju, dengan pendidikan. Sungguh cita-cita
yang mulia. Dan mulai saat itu, cita-cita almarhum aku coba pahami dan entah
mengapa cita-cita almarhum menjadi influence bagiku. Aku menjadi semakin berkeras
hati membangun desa asal. Dan melebarkan cita-cita ku membangun peradaban di
daerah terpencil.
Begitu banyak
momen yang sulit terlupa, begitu banyak hal yang harus tercantum di memori
otak. Terlebih kami adalah rekan satu departemen di Pensora 2011/2012. Semangat
almarhum begitu membara bagai bara api yang berkobar. Menjalani amanah sebagai
staff Pensora. Kemudian kami juga disatukan dalam seksi kreasi PKMJ dimana aku
menjadi koordinatornya. Ya, aku sangat apresiatif terhadap almarhum, karena
memiliki kreatif spontanitas yang begitu tinggi, yang sangat membantuku dan
berkontribusi besar daam seksi kreasi. Partner kerja yang klop walaupun
hubungan kami memang tak seakrab rekan lainnya.
Selepas PKMJ
2012, itulah awal dari penderitaan kawanku ini, almarhum mengeluhkan sakit di
hampir semua persendian yang setelah divisum dokter terjangkit virus. Pengobatan
yang begitu lama almarhum jalani. Kami sebagai kawan setia menunggu kehadiranmu
di kelas, di tempat tongkrongan dan di ranah organisasi khusunsya Pensora. Saat
terpilih sebagai Kadept Pensora yang baru, aku berkeinginan memilih almarhum sebagai
wakil Kadept walaupun aku tau kau masih sakit dan butuh pemulihan. Saat kau menyarankanku
agar memilih staff yg lain saja, aku masih berkeras hati memilih dirimu sebagai
wakil, karena aku percaya kau akan cepat pulih, walau fisik tak mempuni, tapi
kau bisa menuangkan ide pikiranmu untuk Pensora. Lagi, dengan halus kau
menolak, dan beralasan ingin off dari HIMA. It,s okay sob, aku tak lagi
memaksa, selalu aku menanti kontribusimu walau tak lagi berlabel pengurus HIMA.
Flash back yang
sangat mengharukan, aku duduk termenung di depan rumah almarhum yang sangat
semrawut dikerubungi pelayat. Mengingat kejadian beberapa jam lalu saat aku dan
kawan-kawan melayat mu di rumah sakit, tepatnya di ruang jenazah. Kami datang
ke ruangan persemayamanmu, ku beranikan diri melihat wajahmu yang menampakan
raut yang sangat santai, bagaikan seluruh penderitaanmu telah hilang diangkat Sang
Kuasa. Kembali, diri ini sangat sedih tapi tak dapat menangis, hati seakan
merinding, sampai bulu kudu menggetar. Sempat tak percaya, dan bertanya dalam
hati. Ya Allah, apakah secepat itu? Sahabatku mati muda, aku sempat iri, dan
berkeinginan ingin wafat di bulan yang penuh barokah ini, bulan suci Ramadhan. Engkau
pasti merencenakan yang terbaik untuk almarhum. Aku sempat berencana ingin
menjenguk mu di hari Senin, dan terlintas dalam benakku saat sedang bersantai
di rumah, ingin memberimu jersey bola sebagai hadiah dan semangat nyata ku
untuk almarhum. Tapi semua begitu cepat berlalu. SMS demi SMS masuk ke inbox
yang berisikan kau telah tiada. Sungguh begitu shock, dan bergegas ke kampus
untuk kumpul dan lanjut melayat ke rumah sakit.
Di ruangan
tunggu kami menunggu. Menunggu info selanjutnya almarhum kapan dan dimana di
semayamkan. Berkali-kali hati ini bergetar, mengingat dan membayangkan wajah mu
yang tampak tak merasakan sakit sedikit pun. Senyuman mu yang khas membuat ku
tersenyum dalam kesedihan. Sampai saat dimana jasad mu akan di bawa ke
ambulance, aku berinisiatif membopongmu bersama kawan dan keluarga serta
petugas. Kuu pegang kakimu yang ditutupi kain putih. Ku angkat perlahan secara
bersamaan, terasa ringan. Subhanallah, sebuah momen yang sangat berarti bagiku.
Iring-iringan ambulance
tumpah riuh ke jalanan. Mobil ambulance dengan sirine yang khas melesat cepat
menuju tempat peristirahatan almarhum, TPU Karet Bivak. Setiba di lokasi, kami
masih harus menunggu keluarga yang berpulang yang masih di jalan. Kembali aku
duduk di kuburan sembari mengingat apa saja yang telah kami lewati bersama. Berbagai
hal terlintas otomatis dan otomatis pula hati bergetar. Seraya aku berpikir, ya
aku akan tidur tenang kembali ke tanah seperti yang akan kawan ku ini lakukan. Hotel
abadi yang akan ku inapi saat jiwa ku telah berada di tangan-Mu Ya Rabb saat
dimana daun yang tertulis namaku di Arsy-Mu tumbang dari tangkainya.
Saat prosesi pemakaman,
isak tangis kembali mengiring almarhum yang terbalut kafan yang diangkat
bersama oleh sanak keluarga, ali ini lebih hebat lagi. Mengharukan sekali, aku
hanya bisa berdoa dan sesekali menghisap ingus cair dari hidung, tapi tetap
saja tak ada air mata yang jatuh, hanya membasahi kornea ku saja. Sempat ku
rekam menit-menit prosesi pemakamanmu walau aku segan melakukannya, tapi aku
ingin selalu mengenangmu lewat video yang aku rekam. Kumandang adzan telah terlantun mengikhlaskan
kepergianmu, diikuti iqamat yang menggetarkan jiwa. Ini merupakan pertama
kalinya aku menghadiri pemakaman temanku sendiri. Aku berpikir, apakah saat aku
mati, apakah akan banyak yang mengiringiku? Wallahuallam. Dan prosesi demi
prosesi pemakaman selesai, beberapa orang meninggalkan tempat peristirahatan
almarhum dengan kesedihan mendalam. Ini merupakan momen terakhir aku dan
kerabat bersama almarhum, mengantarkan almarhum ke peristirahatan abadinya. Peristiwa
yang akan banyak aku alami atau mungkin tak ku alami karena aku yang dipanggil
duluan, Wallahuallam.
Selamat jalan
kawanku tercinta. Bersemayamlah dalam damai, kini tak ada lagi sakit yang perlu
kau rasakan. Kami berharap kau menunggu kami di surga, sambil memonitoring kami
di dunia yang fana ini. Jika rindu menyerang kami, datanglah dalam mimpi kami,
bawalah kami merasa lebih damai melepas kepergianmu.
MUHAMMAD IKHSAN
BIN MUHAMMAD NUR
WAFAT 28 JULI
2013